Optimalisasi dan Likuiditasi pada Bank Menggunakan LDR
( Loan to Debt Ratio)
Bank di Indonesia memiliki alat
ukur untuk mengukur likuditas dari bank itu sendiri, biasanya bank untuk
mengukur likuditasnya menggunakan LDR (Loan
to Debt Ratio) dengan cara membagi jumlah kredit dengan jumlah dana. LDR (Loan to Debt Ratio) merupakan ratio
yang menunjukan kemampuan bank dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan
modal dana bank itu sendiri atau dengan modal dana dari masyarakat atau yang
disebut dengan dana pihak ke -3 .
Bank dinyatakan likuidit apa bila
LDR nya mencapai +/- 110% maka bank itu akan lebih ekspansift terhadap
masyarakat atau nasabahnya. Apabila ekspansif bank naik maka profit bank juga
akan naik.
Kegiatan bank :
1.
Interest Spread Income
2.
Fee based Income
Pasti
setiap bank akan memiliki pendapatan (REVENUE)
maka akan membentuk sebuah rumus sebagai berikut :
Jika Bank mengalami optimalisasi
yang artinya revenuenya baik maka bank akan melakukan kegiatan (1) Interest
Spread Income dan (2) Fee Based Income. Dana pihak ke – 3 akan memberikan
fasilitas dan kemudahan bagi bank.
Optimalisasi (R)
Pengaruh REVENUE
terhadap LDR ( Loan to Debt Ratio
) :
Apabila REVENUE
meningkat (naik) maka akan mempengaruhi LDR (
Loan to Debt Ratio ) maka bank itu akan lebih Ekspansif kepada masyarakat,
hal ini mengaharuskan bank memiliki modal yang cukup dengan cara yaitu menaikan
CAR. Bank dinyatakan memiliki modal
jika CAR bank itu mencapai 20%.
Efesiensi ( C )
Pada saat bank
mengalami efesiensi , maka bank melakukan 2 kegiatan :
1.
Operasional
2.
Human Resources
·
Human Capital yaitu karyawan sebagai modal /
aset perusahaan yang berarti karyawan ini memiliki keahlian , sertifikasi ,
serta karyawan yang bias multitasking yang memberikan keuntungan bagi
perusahaan itu sendiri.
·
Fasilitas dan kemudahan
Contohnya : mesin ATM , mesin ini
merupakan fasilitas bank yang memudahkan bank dalam menjalani kegiatan
opersionalnya. Dengan mesin ini nasabah bias melakukan transfer, penarikan
tunai serta setoran tunai menggunakan ATM melalui mesin ATM dengan kata lain
hal ini akan menghemat pekerjaan para teller bank dan lebih efisien serta lebih
efektif bagi bank dan nasabah itu sendiri. Karena mesin ini berbasis (IT).
Konsep Risk Minimize
Berdasarkan ketentuan
hukum yang berlaku , hukum “ The Law Of
The Large Number ” digunakan oleh bank – bank di Indonesia. Yang artinya bank
lebih memilih 1000 nasabah yang menabung @ Rp 10.000 dari pada memilih 1
nasabah yang menabung @ Rp 10.000.000.
Yaitu kemampuan perusahaan atau
bank dalam memnuhi kewajiban jangka
pendeknya.
Jika rekening pada BI
tinggi maka akan terjadi UNLOANABLE FUND sehingga safe
Liquidity Shock lebih , tetapi jika rekening pada BI rendah maka akan
terjadi LOANABLE FUND yang justru akan mengalangi resiko pada safe Liquidity Shock.
Jika rekening pada BI
tinggi maka akan terjadi UNLOANABLE FUND sehingga safe
Liquidity Shock lebih , tetapi jika rekening pada BI rendah maka akan
terjadi LOANABLE FUND yang justru akan mengalangi resiko pada safe Liquidity Shock.
KONGLOMERASI
Keterangan:
IPO ( Intial Pabrik Offering ) =
lembaga yang membuat nama abnk menajadi Tbk . contoh : Bank Siti.Tbk , gunannya
nama tbk ini adalah agar bank tersebut LONG LIVE dan tidak mudah untuk di
bubarkan.
Penjelasana :
Siti Bank memberikan pinjaman ke
perusahaan SETRA Co. dan PT. X Leasing , dan keuntungan ini disebut dengan Interest Spread. Siti
Bank juga menjual sahamnya di pasar modal agar mendapatkan keuntungan juga.
Perusahaan SETRA Co menjual motor dengan cara kredit dan menjualnya ke PT. X Leasing dan PT. X Leasing menjualnya ke pada
konsumen dengan cara kredit pula dan mengasuransikan motor yang di jualnya ke perusahaan asuransi PT. ZK . Jika terdapat
konsumen PT.X Leasing yang membeli
motor secara kredit dan terjadi kecelakaan dan akhirnya konsumennya meninggal
maka yang menanggung nya adalah pihak asuransi
( PT. ZK ) . Jika PT. X Leasing
membayar Premi Rp 10.000 maka uang penanggungan (UP) yang dikeluarkan oleh
perusahaan asuransi (PT. ZK) UP = Rp
10 juta . karena Siti bank memandang perusahaan PT
. ZK sebagai profit tambahan maka bank membeli obligasi PT. Zk dan muncul perusahaan baru bernama PT. Siti ZK. Dan
PT.ZK menanggung UP sebesar Rp 2 juta dengan premi
Rp 2.000 Karena perusahaan PT. ZK tidak mampu menanggung biaya UP maka
dia berkontribusi atau berkerja sama
dengan perusahaan asuransi PT. KL
dan PT.KL menanggung UP sebesar Rp 8
juta dengan premi Rp 8.000 proses ini disebut Reasuransi. Karena PT. KL juga tidak mampu menanggung
biayanya maka perusahaan asuransi ( PT.
KL ) melakukan
kerja sama dengan perusahaan asuransi yang lebih besar ( Internasional)
PT .OP proses ini disebut Retrocessi , sehingga PT. KL hanya menanggung UP sebesar Rp 2 juta dengan premi sebesar
Rp 2000 dan PT. OP yang menanggung
Up sebesar Rp 6 juta dengan prmi sebesar Rp 6000. Perusahaan Asuransi PT. OP memutar otak agar dia mendapatkan modal
juga maka perusahaan asuransi ini ( PT.OP) memiliki anak perusahaan yaitu PT.OK , PT.LO dan PT.MO .
Anak perusahaan dari PT .OP ini membeli saham di Jakarta . Karena ada peraturan
bahwa “perusahaan
luar negri tidak bisa membeli saham < 30%” maka PT.OK
membeli saham hanya 25% , PT.LO membeli
saham hanya 20% dan PT.MO membeli
saham hanya 15%. Ternyata pada tanggal 4 juli harga saham pada pkl 10.00 adalah
Rp 10.000 ternyata saat pkl 11.00 harga saham naik menjadi Rp 12.000 maka setiap anak perusahaan PT.OP mendapatkan keuntungan
sebesaer Rp 2000 . Karena anak perusahaan PT.OP ada 3 perusahaan dan
total saham yg di beli adalah 60% maka perusahaan
asuransi PT.OP menjadi perusahaan pengendali atau menjadi kepemilikan mayoritas
atas saham milik Siti Bank.