Kamis, 19 Desember 2013

Analisi Pengaruh AFTA Terhadap Industri Sektor Riil dan Sektor Tenaga Kerja

Diposting oleh eva di 10.36 0 komentar
ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA)

Kelompok
Ade Melisa                              (20212126)
Eva Nor Octania                      (22212575)
Indriyani Rachmawati            (28212419)
Ine Lettysia                            (23212728)
Malicha Aulia Zatalini              (24212401)
 SMAK06-3


ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEANuntuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992.Para kepala negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu yang ditargetkan yaitu 15 tahun, kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk  mewujudkan AFTA melalui beberapa program : program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di  antara   negara- negara ASEAN hingga menjadi 0-5%, program penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya dan program untuk mendorong kerjasama dan mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di     bidang bea masuk serta standar dan kualitas.Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.Diharapkan melalui kesepakatan dari program-program tersebut seluruh Negara anggota dapat mencapai kesejahteraan seiring dengan implementasi dan peningkatan kegiatan perdagangan dalam AFTA.

B.   1. Negara Anggota AFTA

Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota, yaitu
bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. AFTA
sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang baru tersebut dibutuhkan
untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN, namun diberi
kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA.Sebagai contoh dari
keanggotaan AFTA adalah sebagai berikut, Vietnam menjual sepatuke Thailand, Thailand
menjual radio ke Indonesia, dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut dengan menjual
kulit ke Vietnam.  Melalui spesialisasi bidang usaha,  tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih
banyak dibandingyang dapat diproduksinya sendiri.

2. Tujuan dari AFTA

  • menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global.
  • menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
  • meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade)
 5.
3. Kriteria Produk Dalam Konsep CEPT - AFTA
  • Produk terdapat dalam Inclusion List (IL) baik di Negara tujuan maupun di negara asal, dengan prinsip timbale balik (reciprosity). Artinya suatu produk dapat menikmati preferensi tarif di negara tujuan ekspor (yang tentunya di negara tujuan ekspor produk tersebut sudah ada dalam IL), maka produk yang sama juga harus terdapat dalam IL dari negara asal. 
  • Produk harus disertai Certificate of Origin Form D, yang dapat diperoleh pada Kantor Dinas atau Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.
4. Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA
  1. Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN apabila belum siap untuk menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5% pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1 Januari 2003. Sejak saat itu tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%.
  2. CEPT  Produk List
·         Inclusion List (IL) : daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
o    Produk tersebut harus disertai Tarif Reduction Schedule.
o    Tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs).
o    Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.
·         Temporary Exclusion (TEL) : daftar yang memuat cakupan produk yang sementara dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya serta secara bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.
·         Sensitive List (SL) : daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Contohnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand harus telah memasukkan produk yang ada dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Laos dan Myanmar pada tahun 2015, serta Kamboja pada tahun 2017.
·         General Exception (GE) List : daftar yang memuat cakupan produk yang secara permanen tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alas an keamanan nasional, keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta pelestarian objek arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement). Contohnya antara lain senjata, amunisi, da narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif.

5. Analisis Pengaruh AFTA terhadap industri sektor rii dan sektor tenaga kerja
Bagaimana pengaruh dari implementasi AFTA bagi sektor riil di Indonesia?
Dalam pengertian umum sektor riil adalah sektor yang menghasilkan barang, contohnya: pertanian, pertambangan, dan industri. AFTA pada dasarnya bisa dijadikan peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan sektor riil ini, karena dengan adanya adanya AFTA hasil produksi dari sektor riil dapat dipasarkan secara lebih luas dalam artian peluang  pemasaran produknya, sehingga jika semakin banyak barang hasil produksi yang bisa dijual secara internasional (ekspor) maka perusahaan-perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan usahanya pun akan menjadi lebih berkembang. Selain itu dari kebijakan AFTA yang diketahui memiliki kesepakatan untuk mengurangi biaya impor barang antar negara juga akan mempermudah pihak produsen yang memang membutuhkan barang modal dan bahan baku bagi produksi usahanya dari negara anggota ASEAN lainnya. Bagi pihak konsumen atau rumah tangga juga AFTA memberikan keuntungan karena jenis/ragam produk yang tersedia di pasar menjadi semakin beragam dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Intinya kerjasama antara seluruh anggota AFTA akan semakin mudah dan terbuka dan secara tidak langsung AFTA juga memicu perkembangan perekonomian Indonesia dari pendapatan negaranya di bagian ekspor dan impor . Tapi dibalik itu AFTA juga memiliki sisi negatif yang justru bisa membawa balik ke arah kerugian apabila  sektor riil tidak bisa menyesuaikan dengan keadaan, contohnya adalah membuat produk lokal Indonesia  kalah saing apabila dibandingkan dengan produk import. Jika sektor riil tidak berusaha untuk meningkatkan kualitas produksinyan ataupun tidak bisa mempercepat waktu produksinya misalkan, maka akan kalah bersaing dengan negara lainnya yang bisa memproduksi barang yang lebih berkualiatas dan tepat waktu. Seperti  di sektor pertanian, produksi beras contohnya. Indonesia sebenarnya salah satu negara penghasil beras yang cukup besar tapi Indonesia sendiri ternyata masih harus mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam untuk memenuhi kebutuhan akan konsumsi berasnya. Hal ini ternyata disebabkan karena Indonesia masih kalah daya saing produksi berasnya jika dibandingkan dengan dua negara tersebut. Thailand dan Vietnam dianggap lebih mampu mengahsilkan beras yang lebih berkualiatas dalam jumlah yang sangat banyak. Sedangkan produksi beras di Indonesia dianggap masih lambat dan kurang berkualitas. Atas dasar alasan ini kemudian yang membuat produk beras di Indonesia jatuh dan kalah saing dengan produk beras impor dari Thailand dan Vietnam, sehingga harga beras Indonesia pun jatuh di pasaran dan sektor pertanian di Indonesia mengalami pemerosotan pendapatan.  Tidak hanyak di sektor pertanian bagian produksi beras saja, dibeberapa sektor riil lainnya pun ternyata Indonesia masih memiliki daya saing yang lemah sehingga pada akhirnya hasil produksi Indonesia kalah saing dengan produk impor dari negara ASEAN lainnya  hal ini yang kemudian membuat beberapa industri nasional gulung tikar . Solusi atas masalah ini salah satunya adalah  pengusaha/produsen Indonesia disektor riil harus terus menerus  meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional dan juga kualitas daya saing barang produksinya guna dapat memenangkan kompetisi dengan negara anggota ASEAN lainnya.

Bagaimana pengaruh dari implementasi AFTA bagi sektor tenaga kerja di Indonesia?
Setelah menganalis pengaruh dari implementasi AFTA di setor riil sekarang akan dibahas
pengaruhnya pada sektor tenaga kerja, infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM)
Indonesia dinilai belum siap menghadapi AFTA ini karena dianggap kualitas SDM dan
infrastruktur kita belum cukup memadai. Pada dasarnya AFTA memang sangat potensial
untuk memperluas jejaring pasar sekaligus menambah insentif, karena tidak adanya lagi
pembatasan kuota produk. Namun, bagi Indonesia bukan melulu keuntungan, sebab AFTA
juga bisa menjadi ancaman bila pemerintah RI tidak mempersiapkan SDM dan infrastruktur
dalam negeri. Dampak terburuk ini justru mengancam masyarakat lapisan paling bawah.
AFTA akan mempercepat proses deindustrialisasi dan mempersempit kesempatan kerja. Bagi
perusahaan yang kurang efisien dan mengalami kerugian dengan adanya implementasi AFTA
akan cenderung menahan biaya produksi melalui penghematan penggunaan tenaga kerja
tetap, sehingga job security tenaga kerja menjadi rapuh dan angka pengangguran diperkirakan
meningkat. Dalam jangka pendek AFTA itu bisa membuat angka pengangguran
membengkak. Situasi ketenagakerjaan ini bisa merapuhkan fundamental ekonomi Indonesia.
AFTA akan menjadi masalah baru dalam ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam
jangka pendek, diprediksi  Indonesia akan mengalami neto negatif yang tidak hanya
merugikan sektor industri dan ketenagakerjaan, tapi juga penerimaan negara dari pajak. Oleh
karena itu SDM di Indonesia harus lebih dikembangkan lagi dan diperbaiki kualitasnya agar
tidak rapuh ketika AFTA diterapkan.


Sumber :



Anilisis Pengaruh Pembuatan Subsidi BBM Terhadap M1 dan M2 serta Income Perkapita

Diposting oleh eva di 10.33 0 komentar
Pengaruh Pembuatan Subsidi BBM Terhadap M1 dan M2 serta Income Perkapita


Kelompok
Ade Melisa                              (20212126)
Eva Nor Octania                      (22212575)
Indriyani Rachmawati            (28212419)
Ine Lettysia                            (23212728)
Malicha Aulia Zatalini              (24212401)
 SMAK06-3


Sebelumnya, pemerintah memberikan subsidi BBM guna memudahkan rakyat dalam hal penyelenggaraan kegiatan ekonomi. Kenyataannya, subsidi BBM tidak tepat sasaran. Kebijakan ini dimanfaatkan oleh sindikat pengusaha yang semestinya tidak menggunakan BBM bersubsidi dalam hal operasional perusahaannya. Pengeluaran pemerintah membengkak akibat dari permintaan BBM bersubsidi yang melonjak.
            Pada akhirnya, pemerintah memutuskan untuk membatasi jumlah BBM bersubsidi. Hal ini menuai pro kontra dan dampak yang tidak dapat terhindarkan. Kondisi perekonomian terpengaruh akibat dari pengambilan kebijakan tersebut. Kebijakan pembatasan BBM diambil karena tidak kuatnya pemerintah dalam memberikan subsidi terhadap masyarakat yang didapat dari alokasi anggaran Negara. Pembatasan subsidi BBM menyebabkan mahalnya barang-barang lain.
            Pembatasan subsidi BBM juga dapat menyebabkan biaya produksi meningkat. BBM sangat mempengaruhi setiap kegiatan operasional perusahaan. Inflasi yang terjadi pada kondisi ini adalah Cost Push Inflation. Karena inflasi disebabkan biaya produksi yang meningkat, jika dilihat dari segi sumbernya, inflasi pada kondisi ini dikategorikan sebagai Domestic Inflation. Hasrat dalam berinvestasi juga merosot karena perkembangan beberapa perusahaan yang stagnan, masyarakat yang memiliki penghasilan yang tetap tetapi harga dari kebutuhan yang meningkat akan berupaya meminimalisasi kuantitas dari permintaanya atau mengganti kepada barang lain yang kualitasnya jauh lebih rendah.
Dalam kondisi inflasi seperti ini, peran Bank sentral sangat dibutuhkan. Bank Indonesia berperan dalam mengatur jumlah uang beredar di mayarakat. Kenaikan harga BBM menyebabkan dampak yang bersifat konkret yaitu jumlah uang beredar di masyarakat meningkat. Langkah yang dapat dilakukan Bank Indonesia adalah mengatur tingkat suku bunga. Kebijakan ini biasa disebut politik diskonto yang merupakan salah satu dari kebijakan moneter. 

Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

PEMBAHASAN
1.      Pengaruh Jumlah Uang Beredar
Pengertian Jumlah Uang Beredar (JUB)
·         Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal. Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
·         Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari uang beredar dalam arti sempit dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.
Untuk menjaga kestabilan nilai mata uang, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diberikan beberapa wewenang dalam melakukan tugasnya. Dengan merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mengendalikan uang beredar dan suku bunga dalam perekonomian agar dapat mendukung pencapaian tujuan kestabilan nilai uang tidak boleh dilakukan secara fleksibel.  Hal ini akan mempersulit dan menyebabkan aktivitas ekonomi menjadi terkendala dan lesu jika Bank Indonesia terlalu intervensi dalam hal pengendalian jumlah uang beredar. Sebaliknya, pengendalian uang beredar dan suku bunga tidak boleh terlalu longgar karena akan menyebabkan tidak terpeliharanya kestabilan nilai uang, yang akan mendorong merosotnya kepercayaan masyarakat dan mempersulit perencanaan bisnis para pengusaha. Hasil analisa dan pemantauan yang dilakukan oleh bank sentral kemudian akan digunakan dalam melaksanakan kebijakan moneternya baik melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga.
2.      Pengaruh Pembatasan subsidi BBM dengan income per kapita
Sebelumnya, kita sudah mengetahui bahwa subsidi BBM yang dibatasi pemerintah akan mengakibatkan inflasi. Hal ini juga mengakibatkan biaya produksi yang meningkat  kerja mengalami penurunan. Biaya atas tenaga kerja juga semakin besar, akibatnya Pemutusan Hubungan Kerja akan terjadi. Hal ini mengakibatkan pengangguran, dan pendapatan nasional pun akan semakin kecil. merupakan salah satu komponen dalam penghitungan pendapatan nasional. Inflasi akibat cost push inflation akan menurunkan nilai pendapatan per kapita.
Dalam hal menyikapi inflasi diperlukan tindakan yang bersifat terbailik terhadap inflasi itu sendiri. Jika tingkat inflasi tinggi yang mengakibatkan tingkat pengangguran tinggi maka perusahaan akan mengambil tindakan mengurangi tenaga kerja yang digunakan, yaitu pemutusan hubungan tenaga kerja untuk merendahkan inflasi itu sendiri agar masyarakat memiliki daya beli terhdapa produksi sektor industri, yang membuat jumlah uang bered   perlukan maka diperlukan apabila tingkat inflasi rendah, maka tingkat pengangguran menjadi tinggi. Inflasi dan pengangguran merupakan dua keadaan yang sering dialami bersama-sama dalam suatu periode dan keduanya seringkali tidak dapat didamaikan. Mempertahankan pengerjaan penuh atau full employment dan mendorong pertumbuhan ekonomi menghendaki kebijaksanaan yang sampai tingkat tertentu menimbulkan inflasi. Hal ini disebabkan karena:
·         pembangunan memerlukan investasi
·         pengeluaran pemerintah untuk investasi menimbulkan permintaan barang dan jasa naik
·         kenaikan permintaaan menimbulkan harga-harga naik
Jadi, untuk meringankan inflasi harus ada sedikit pengangguran, sehingga hal ini menimbulkan suatu trade off. Tenaga kerja dapat dikurangi hingga mendekati pengerjaan penuh, tetapi inflasi menjadi rendah.



Sumber:


Analisis Pengaruh Elastisitas Harga Terhadap Supply dan Demand Produk :

Diposting oleh eva di 10.23 0 komentar
Kebutuhan Tersier


Kelompok
Ade Melisa                              (20212126)
Eva Nor Octania                      (22212575)
Indriyani Rachmawati            (28212419)
Ine Lettysia                            (23212728)
Malicha Aulia Zatalini              (24212401)
 SMAK06-3


Setelah kita membahas kebutuhan primer dan sekunder, kita akan membahas mengenai kebutuhan tersier. Kebutuhan tersier merupakan kebutuhan yang mewah, mahal, dan berlebihan. Kebutuhan tersier diperlukan jika kebutuhan primer dan sekunder sudah terpenuhi dahulu. Kebutuhan tersier dilakukan oleh orang yang berpendapatan tinggi dan dilakukan untuk meningkatkan prestise atau kebanggaan di mata masyarakat. Contohnya adalah apartemen, kapal persiar yang mewah, jalan-jalan keberbagai negara.
Kebutuhan tersebut dapat mempengaruhi elastisitas harga permintaan dan penawaran, dimana letak pengaruhnya berbeda-beda. Sebelumnya kita memahami dulu bagaimana hukum permintaan dan penawaran yang berlaku dan apa elasitas harga itu.
Hukum permintaan “Bila harga suatu barang naik, cateris paribus, maka jumlah barang itu yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).
Hukum penawaran “Semakin tinggi harga suatu barang, cateris paribus, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).
Elasitas harga dapat kita artikan atau definisikan yaitu pengaruh dari perubahan harga dengan jumlah barang yang diminta atau ditawarkan.


Rumus Elasitas Permintaan :

Rumus Elasitas Penawaran :

Kebutuhan tersier atau kebutuhan akan sesuatu yang mewah yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersier ini berlaku jika kebutuhan primer dan sekunder yang sebelumnya sudah terpenuhi, dan hanya sebagian orang saja yang memenuhi kebutuhan tersier ini. Kebutuhan tersier tidak dapat dipaksakan agar semua orang memenuhi kebutuhan tersier.
Dari pernyataan tersebut, elasitas harga permintaannya adalah inelasitas sempurna karena berapapun harga barang tersebut (naik atau turun) maka masyarakat yang berpendapatan lebih akan membelinya sesuai kebutuhan. Misalkan, Rani memiliki pendapatan lebih dan ia membutuhkan sebuah mobil untuk mempermudah aktifitasnya. Walaupun harga jual mobil sedang naik atau turun, rani akan tetap membeli sebuah mobil sesuai kebutuhannya.

Gambar. Kurva Permintaan Inelastis Sempurna.

Elasitas harga penawaran yang mendasarinya adalah inelastis (E<1), perubahan presentase harga barang yang ditawarkan menyebabkan perubahan presentase jumlah barang yang ditawarkan lebih kecil dengan kata lain perubahan harga kurang berpengaruh pada perubahan penawaran sehingga jumlah yang ditawarkan relative tidak sensitive terhadap perubahan harga. Ini terjadi pada penawaran barang-barang mewah yang termasuk kebutuhan tersier.

Gambar. Kurva Permintaan Inelastis.



Sumber :






Analisis Pengaruh Elastisitas Harga Terhadap Supply dan Demand Produk :

Diposting oleh eva di 10.16 0 komentar
 Kebutuhan Sekunder


Kelompok
Ade Melisa                              (20212126)
Eva Nor Octania                      (22212575)
Indriyani Rachmawati            (28212419)
Ine Lettysia                            (23212728)
Malicha Aulia Zatalini              (24212401)
 SMAK06-3


Setelah kita membahas kebutuhan primer, kita akan membahas mengenai kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan yang diperlukan dan dapat dipenuhi jika kebutuhan primer sudah terpenuhi dan dapat menunjang kebutuhan primer. Manusia memenuhi kebutuhan sekunder dalam rangka mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk sosial yang berbudaya. Contohnya adalah pendidikan yang lebih baik, kendaraan yang lebih bagus.
Kebutuhan tersebut dapat mempengaruhi elastisitas harga permintaan dan penawaran, dimana letak pengaruhnya berbeda-beda. Sebelumnya kita memahami dulu bagaimana hukum permintaan dan penawaran yang berlaku dan apa elasitas harga itu.
Hukum permintaan “Bila harga suatu barang naik, cateris paribus, maka jumlah barang itu yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).
Hukum penawaran “Semakin tinggi harga suatu barang, cateris paribus, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).
Elasitas harga dapat kita artikan atau definisikan yaitu pengaruh dari perubahan harga dengan jumlah barang yang diminta atau ditawarkan.


Rumus Elasitas Permintaan :

Rumus Elasitas Penawaran :

Kebutuhan sekunder ini dipenuhi jika kebuhan primer sudah terpenuhi terlebih dahulu. Tidak dipaksakan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sekunder ini, hanya untuk orang-orang yang menginginkan kebutuhan sekundernya terpenuhi.
Dari pernyataan ini, elasitas harga permintaannya adalah elasitas uniter (E=1), terjadinya perubahan tingkat harga mengakibatkan perubahan jumlah permintaan pada tingkat presentase yang sama dan menggambarkan ΔQ = ΔP tidak terpengaruh penjualan meski harga mengalami naik – turun harga, terjadi pada barang-barang biasa atau barang sekunder. Bentuk kurvanya adalah cembung terhadap titik nol (titik pusat) atau rectangular hyperbola, dimana setiap titik pada kurva mempunyai elastisitas sama yaitu e = 1.

Gambar. Kurva Permintaan Elasitas Uniter.


Elasitas harga penawarannya adalah elastis (>1), semakin banyak perubahan barang yang ditawarkan maka perubahan harganya tidak terlalu besar (kecil) karena masyarakat akan terlebih dulu mementingkan kebutuhan primernya dibandingkan kebutuhan sekunder, dan tidak dipaksakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekundernya. Misalkan, Budi adalah seorang distributor gadget keluaran terbaru, ia akan menawarkan dan menjual barangnya dengan taktik “buy one get free one”dan diskon setengah harga. Dengan penawaran tersebut, maka masyarakat akan lebih memilih diskon setengah harga karena sisa uang dari belanja tersebut bisa digunakan untuk disimpan atau membeli barang yang lainnya dari pada digunakan untuk membeli barang yang sama.


Gambar. Kurva Permintaan Elastis.



Sumber :



Analisis Pengaruh Elastisitas Harga Terhadap Supply dan Demand Produk

Diposting oleh eva di 09.56 0 komentar
Kebutuhan Primer 

Kelompok
Ade Melisa                              (20212126)
Eva Nor Octania                      (22212575)
Indriyani Rachmawati            (28212419)
Ine Lettysia                            (23212728)
Malicha Aulia Zatalini              (24212401)
 SMAK06-3

Setiap manusia membutuhkan berbagai macam dan jenis barang ataupun jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya. Demi terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan dan sesuai, diperlukan pengorbanan seseorang untuk mendapatkannya, seperti bekerja, berusaha, berdoa.
Dalam kehidupan, kebutuhan dibedakan menjadi tiga jenis yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Saat ini kita akan membahas mengenai kebutuhan primer. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan pokok yang harus terpenuhi demi berlangsungnya hidup. Kebutuhan primer ini sangat diperlukan sekali seperti pangan, sandang dan papan dan tidak dapat ditunda. Tanpa terpenuhnya kebutuhan primer, kelangsungan hidup seseorang akan tersendat. Contohnya adalah sembako, pakaian, tempat tinggal.
Kebutuhan tersebut dapat mempengaruhi elastisitas harga permintaan dan penawaran, dimana letak pengaruhnya berbeda-beda. Sebelumnya kita memahami dulu bagaimana hukum permintaan dan penawaran yang berlaku dan apa elasitas harga itu.
Hukum permintaan “Bila harga suatu barang naik, cateris paribus, maka jumlah barang itu yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).
Hukum penawaran “Semakin tinggi harga suatu barang, cateris paribus, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual, dan sebaliknya” (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar Edisi Ketiga).

Elasitas harga dapat kita artikan atau definisikan yaitu pengaruh dari perubahan harga dengan jumlah barang yang diminta atau ditawarkan.

Rumus Elasitas Permintaan :                                                         






 Rumus Elasitas Penawaran :








Dalam kebutuhan primer yang merupakan kebutuhan pokok dan tidak dapat ditunda, walaupun seseorang berpenghasilan sedikit atau rendah, orang tersebut akan tetap membeli dan mengonsumsi untuk memenuhi kebutuhannya, seperti beras.
Dari pernyataan tersebut, elasitas harga permintaannya adalah inelastis (E<1) perubahan harga hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap perubahan barang yang diminta, sehingga apabila produsen menetapkan kenaikan harga yang cukup tinggi sekalipun, permintaan terhadap barang tersebut tidak terlalu berubah. Konsumen kurang peka terhadap perubahan harga, meskipun harga naik atau turun, masyarakat akan tetap membelinya untuk memenuhi kebutuhannya.

Gambar. Kurva Permintaan Inelastis.


Menurut elasitas harga penawarannya adalah elasitas sempurna (E= ≈), berapapun jumlah yang ditawarkan tidak mempengaruhi tingkat perubahan harga, sehingga kurva penawaran akan sejajar dengan sumbu horisontal P atau Q. Penawaran terhadap barang-barang kebutuhan pokok tersedia dalam jumlah yang cukup agar tidak terjadi kelangkaan.

Gambar. Kurva Penawaran Elasitas Sempurna.




Sumber :


 

My Blog Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting